Assalamu'alaikum Warrohmatullahi WabarokatuhSELAMAT DATANG PARA PENGUNJUNG DI BLOG PENDIDIKSemoga Blog Ini Bisa BERMANFAAT Selamat Membaca
Blog Pendidik /

Jumat, 20 Juni 2008

APAKAH MENULIS ITU SULIT ??? (TIPS UNTUK MENULIS)

Ternyata menulis itu gampang alias mudah. Anak TK atau SD pun juga bisa menulis. Coba anak anda yang TK atau SD disuruh menulis nama tentunya dia bisa melakukan. Namun bila tulisan itu mengenai hal yang ingin diungkapkan mengenai peristiwa-peristiwa yang ingin kita tanggapi tidaklah hal yang mudah. Ada suatu kendala yang menghalangi kita untuk menuliskan peristiwa-peristiwa tersebut yang ingin kita tanggapi.
Salah satu kendala yang sering dirasa adalah bagaimana mengawali sebuah tulisan. Meski di dalam kepala gelombang kata-kata itu seolah takkan terhela, namun untuk sebaris saja mengungkapkannya terasa seolah mengangkat bumi seisinya. Menghadapi kendala semacam itu, ada beberapa yang memilih mundur saja, dalam artian menyerah pada kemandegannya, namun ada yang ngotot hingga akhirnya berhasil merangkai kata-kata.
Berikut beberapa tips yang mungkin dapat membantu menyiasati si lead (pembuka tulisan) yang sulit untuk kita keluarkan.
1. Meski banyak ide di kepala, sebaiknya kita break-down dulu topic-topik atau ide tersebut satu persatu.
Misal: tadi aku melihat pencopet digebuki masa sampai bonyok, tadi temanku ketahuan saat menyontek, atau reshuffle kabinet yang terkesan basa-basi politis saja bikin banyak pihak kecewa.
2. Dari satu kalimat sederhana itu, kita kembangkan menjadi rentetannya. Caranya? Pakai rumus dasar jurnalisme, 5W+1H. What (apa), Who (siapa), Why (mengapa), When (kapan), Where (di mana), dan How (bagaimana).
Misal: pencopet digebuki masa di pasar Senen, tadi siang jam 2, karena tertangkap basah melakukan aksinya, sampai berdarah-darah sekujur tubuhnya.
3. Biarkan kata-kata itu masih tak sesuai dengan kaidah yang baik. Bebaskan gelombang kata-kata di kepala itu mengalir keluar semua dan meledak dalam bentuk tulisan. Tugas pengeditan baru kita lakukan setelah semuanya selesai. Kita lihat apakah diksi (pemilihan katanya) sudah tepat, apakah ada kalimat yang rancu atau tidak, dsb.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana jika kita justru merasa tak mampu atau bahkan tak merasa punya ide namun ingin menulis?

Berikut ini tips yang mungkin bisa diterapkan:
1. Kondisikan diri, konfrontasi dengan alat tulis/komputer.
Dalam acara Inaugurasi FLP DKI agkatan 9 di TMII April lalu, mbak Tary yang produktif dengan cerita bernuansa misterinya (tapi bukan klenik lho) mendapat pertanyaan sama dari salah satu peserta. Jawab beliau, “Menurut Stephen King, jika kita sudah menetapkan diri ingin menulis, maka apapun yang terjadi, tetaplah duduk di depan komputer setidaknya selama 6 jam.”
Begitu kira-kira ikhtisar jawaban si Mbak asli Trenggalek ini. Nah, sudahkah kita melakukan hal tersebut? Yah, kalau tidak ada waktu 6 jam ya setidaknya 3 atau satu jam lah. Ini standar minimal. Kalau tak punya komputer, hadapi saja lembar kertas kosong dengan memegang alat tulis. Tapi awas, jangan sampai ketiduran lho!
2. Akui ketidakmampuan itu, dan berdamailah dengannya. Niscaya dia akan menemukan jalannya sendiri.
Jika kondisi di atas menghampiri saya, biasanya saya sengaja berkonfrontasi dengan komputer, lalu mulai mengetik: Aku sedang tak bisa menulis padahal ingin sekali menulis. Sebabnya, tadi aku bla bla bla…
Cara curhat tersebut efektif membawa ke suasana berbeda. Yang pada akhirnya menuntun saya ke salah satu topik yang hendak saya angkat.
3. Genggam kembali motivasi diri.
Saat kita memilih melakukan sesuatu, pasti ada faktor-faktor yang melandasi. Nah, itulah motivasi yang bisa berasal dari luar (misal ingin membahagiakan orang tua seperti alasan mbak Asma Nadia), atau faktor dari dalam semisal ingin menunjukkan eksistensi diri, dsb.
Dengan menggenggam kembali motivasi diri tersebut, niscaya kita akan ‘tersengat’ dan teringat jalan yang hendak kita tapaki tadi.
4. Rengkuh motivator dari luar.
Salah satu pentingnya bergabung dalam sebuah komunitas adalah saling mendukung menguatkan. Dari beberapa komunitas penulisan yang saya ikuti, ada satu dua orang yang sanggup membuat saya terbangkitkan. Mengingat perjuangannya menulis dalam segala kesempitan, saya tersindir mengapa memilih menyiakan kemudahan yang ada. Sedangkan dia saja pantang menyerah.
Maka, biasanya saya sms dia. Bilang lagi bete nulis dsb. Tak lama, tak perlu petuahnya, hanya speak speak Bombay alias basa-basi cerita kegiatan hari ini, saya biasanya jadi terbangkitkan lagi. Apalagi jika saat ngobrol tersebut ada topik yang bisa saya angkat. Sekali merengkuh hape, dua tiga pertolongan saya dapatkan.
5. Selain mengondisikan diri dengan berkonfrontasi sama alat tulis, kondisikan juga suasana.
Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengondisikan suasana ini. Bisa menyepi ke tepi situ, bisa mengurung diri di kamar, atau cukup memutar musik kesayangan. Saya sendiri, biasanya jika ingin menulis fiksi suka memutar Nicky Astria. Terbukti jalinan nadanya mampu membantu memeras imajinasi dari kepala saya. Tapi jika ingin menulis artikel, pilihan lagunya lain lagi.
6. Berdoa.
Hanya Dia yang menggerakkan jemari kita. Hanya Dia yang menjalin syaraf-syaraf di kepala kita. Hanya Dia. Mohon pertolongan-Nya. Niscaya Dia akan memudahkan jalan kita. Amin.

sumber : penulislepas.com

Tidak ada komentar: